Sabtu, 06 Desember 2014

TABUNGAN DALAM NEGERI

TABUNGAN DALAM NEGERI
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Ekonomi Pembangunan
Yang Dibina Oleh Bapak Drs. Agus Sumanto







Oleh :
Rima Maulidya W.                  (120431426429)
Wahyu Anjasmoro                  (120431426
Nur Hidayah                           (130431615920)





Description: E:\Logo UM\7.jpg









UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
Maret 2014


Kata Pengantar

Puji syukur disampaikan sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang memberikan kenikmatan dan kesempatan untuk belajar dan berkarya melalui makalah yang penulis selesaikan. Ucapan terima kaih yang tak terhingga ditujukan kepada dosen mata kuliah Ekonomi Pembangunan Bapak Agus Sumanto dan teman-teman mahasiswa Pendidikan Ekonomi atas bimbingan dan dukungan motivasi dan kerja samanya untuk menyelesaikan makalah ini dengan segala keterbatasan penulis.
Pembuatan makalah ini didasari sebagai kewajiban mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi untuk mempelajari mata kuliah Ekonomi Pembangunan. Pada kesempatan ini tugas yang diberikan adalah membuat sebuah makalah yang berjudul Tabungan Dalam Negeri.
Disadari bahwa banyak kekurangan dalam menerjemahkan buku tersebut sehingga berakibat pada susunan kata yang tidak mengikuti aturan EYD Bahasa Indonesia. Akibatnya isi dan makna dalam makalah ini kurang begitu dipahami oleh pembaca. Namun akan terus berusaha  memperbaiki dan meningkatkan baik kemampuan maupun isi dari makalah ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati diharapkan saran dan kritik membangun demi pembelajaran bagi penulis dan hasil yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang ekonomi.


Malang,  Maret 2014


Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang luas dengan gugusan ribuan pulau, negara kaya sumber daya alam serta sumber daya manusia. SDA dan SDM merupakan sumber pembangunan negara. Namun, sumber daya tersebut tidak akan dapat dikelola dengan baik  jika tidak diimbangi dengan modal yang cukup sebagai penunjang. Oleh sebab itu Indonesia butuh tabungan dan   investasi dari dalam maupun luar negeri.
Tabungan merupakan simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat  tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan alat laiinya yang dipersamakan dengan itu (Manarung dan Pratama Rahardja).
Sedangkan Investasi, atau  yang  lazim disebut dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menuntukan agregat, atau dengan kata lain diartikan sebagai pengeluaran penanam modal untuk membeli barang atau jasa untuk menambah kemampuan memproduksi barang atau jasa yang tersedia dalam sebuah perekonomian suatu negara (Sukirno, 2006:121).
Dalam perekonomian suatu Negara,tabungan dan investasi merupakan indikator yang dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang termasuk di dalamnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, memiliki dana yang cukup besar. Namun, usaha pengerahan sumber dana dalam negeri untuk membiayai pembangunan menghadapi kendala dalam pembentukan modal baik yang bersumber dari penerimaan pemerintah yaitu ekspor barang dan jasa ke luar negeri, ataupun penerimaan pemerintah melalui pajak.
Kendala-kendala yang muncul dinegara berkembang  ini sering kali dikarenakan tingkat kemakmuran yang relatif rendah di negara berkembang. Sehingga kemakmuran masyarakat yang rendah tersebut mengakibatkan (i) tingkat tabungan yang dapat diwujudkan masyarakat relatif terbatas, dan (ii) kemampuan warga untuk membayar pajak terbatas. Dengan adanya masalah ini akan mampu dikaji seberapa pentingnya investasi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara dan memperkirakan cara untuk meningkatkan tabungan didalam negeri, sehingga melalui tabungan dalam negeri akan menghasilkan kapital atau modal utuk membangun pertumbuhan ekonomi suatu negeri. 

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya, berikut ini dipaparkan secara rinci beberapa rumusan masalah yang menjadi fokus pembahasan.
1.2.1        Bagaimana konsep dasar investasi, tabungan dan pertumbuhan ekonomi?
1.2.2        Bagaimana hubungan antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi?
1.2.3        Apa sajakah sumber-sumber tabungan dalam negeri?
1.2.4        Apakah faktor-faktor penentu tabungan swasta?
1.2.5        Apa saja teori-teori perilaku tentang tabungan?

1.3    Tujuan
  Dari kelima rumusan masalah di atas, berikut ini dijabarkan beberapa tujuan penulisan.
1.3.1        Memaparkan konsep dasar investasi, tabungan dan pertumbuhan ekonomi
1.3.2        Memaparkan hubungan antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi
1.3.3        Memaparkan sumber-sumber tabungan dalam negeri
1.3.4        Memaparkan faktor-faktor penentu tabungan swasta
1.3.5        Memaparkan teori-teori perilaku tentang tabungan








BAB II
PEMBAHASAAN
2.1 Konsep Dasar Investasi, Tabungan dan Pertumbuhan Ekonomi
Dalam konsep dasar investasi, tabungan dan pertumbuhan ekonomi beberapa hal yang dibahas antara lain: (1) pengertian investasi (2) pengertian tabungan dan (3) pengertian pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitannya dalam membahas definisi investasi, tabungan dan pertumbuhan ekonomi, akan di paparkan definisi menurut pendapat beberapa ahli.

2.1.1 Pengertian Investasi
Investasi merupakan salah satu komponen ekonomi makro yang memiliki pengertian yang sangat luas dan teori yang rumit, karena tidak saja dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, tetapi juga faktor non ekonomi seperti faktor psikologis para investor, iklim politik serta keadaan sosial masyarakat yang beraneka ragam bentuknya. Oleh sebab itu, investasi dikatakan variabel yang mudah goncang dan tidak stabil. Definisi investasi dijelaskan menurut pendapat para ahli sebagai berikut :
Menurut Sardono Sukirno (2006:121) Investasi atau  yang  lazim disebut dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menuntukan agregat, atau dengan kata lain diartikan sebagai pengeluaran penanam modal untuk membeli barang atau jasa untuk menambah kemampuan memproduksi barang atau jasa yang tersedia dalam sebuah perekonomian suatu negara.
Menurut Henry Faizal Noor (2009:4) Investasi adalah kegiatan mengalokasikan atau menanamkan sumber daya (resources) saat ini (sekarang), dengan harapan mendapatkan manfaat dikemudian hari (masa datang).
Investasi juga didefinisikan sebagai pengeluaran-pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal, yang terdiri dari investasi finansial dan investasi non-finansial.
Menurut beberapa tokoh ekonomi seperti Sunariyah (2003:4): “Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang. Sedangkan ” Menurut Husnan (1996:5) menyatakan bahwa “proyek investasi merupakan suatu rencana untuk menginvestasikan sumber-sumber daya, baik proyek raksasa ataupun proyek kecil untuk memperoleh manfaat pada masa yang akan datang.” Dan menurut Boediono (1998) Investasi adalah pengeluaran oleh sektor produsen untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan atau untuk perluasan pabrik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa investasi itu adalah sebuah keputusan untuk menunda konsumsi sumber daya atau bagian penghasilan demi meningkatkan kemampuan menambah /menciptakan nilai hidup (penghasilan dan atau kekayaan) dimasa mendatang.
Dengan demikian, maka pengertian investasi adalah sebuah keputusan untuk menunda konsumsi sumber daya atau bagian penghasilan demi meningkatkan kemampuan menambah atau menciptakan nilai hidup (penghasilan dan atau kekayaan) dimasa mendatang. Menanamkan uang sekarang berarti uang tersebut yang seharusnya dapat dikonsumsi, namun karena kegiatan investasi, uang tersebut dialihkan untuk ditanamkan bagi keuntungan masa depan.
Investasi memiliki dua aspek, yaitu : konsumsi saat ini, dengan harapan dapat keuntungan dimasa datang. Dengan demikian, maka investasi juga dapat dilihat dari tiga aspek berikut ini :
Pertama    : aspek uang sebagai pengukur kekayaan (yang ditanamkan) dan (yang diharapkan), maka untuk menilai (kelayakan) investasi digunakan juga konsep uang (Money and Value Concept).
Kedua      :  aspek waktu (sekarang dan masa yang akan datang), oleh karena itu untuk menilai (kelayakan) investasi digunakan konsep waktu (Time Concept). Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk penilaian (kelayakan atau keberhasilan) investasi digunakan konsep Time Value of Money. Konsep ini menilai penerimaan, maupun pengeluaran jumlah uang yang sama dalam waktu yang berbeda, mempunyai nilai yang berbeda pula. Dengan menggunakan konsep Time Value of Money dikenal dua nilai, yaitu yang akan datang (Future Value, FV), dan nilai sekarang (Present Value, PV). Oleh karena itu penilaian investasi menyangkut penilaian terhadap  (Future Value, FV) dengan perspektif saat ini, atau (Present Value, PV) dengan perspektif sekarang.
Ketiga      : aspek penting lainnya dari investasi adalah aspek manfaat investasi. Dari aspek manfaat investasi ini, maka penilaian kelayakan investasi juga harus melihat manfaat dan biaya yang ditimbulkannya dengan menggunakan azas manfaat, atau cost benefit ratio. Dengan demikian, secara konsep investasi ini sangat luas cakupannya. Setiap kegiatan pengalokasian sumberdaya saat ini, dengan tujuan manfaat dimasa depan adalah investasi.

2.1.2 Pengertian Tabungan
Usaha perbankan dalam usaha meningkatkan pengerahan sumber dana dari masyarakat salah satunya dengan menghimpun sumber dana tabungan. Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. Biasanya suatu bank menyelenggarakan suatu produk tabungan lebih dari satu jenis.
Dengan diperkenalkannya tabungan pada masyarakat hal ini akan memupuk kesadaran masyarakat seberapa jauh pentingnya tabungan, karena dengan menabung berarti kita menyimpan uang di bank dengan rasa aman, yang dapat diambil setiap saat apabila kita membutuhkannya juga dengan menabung berarti menyisihkan sebagian dari pendapatan yang tidak dipakai untuk konsumsi.
Pengertian tabungan menurut Undang-undang no. 10 tahun 1998 tentang perbankan atas undang-undang no. 7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 1 ayat 9: “Merupakan simpanan yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang diupersamakan dengan itu”.
Menurut Dumairy dalam bukunya yang berjudul “Perekonomian Indonesia” (1996:125) tabungan adalah bagian dari “pendapatan dapat dibelanjakan” (disposable income) yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi.
Pengertian tabungan menurut Thomas Suyatno (2001:71) Tabungan adalah “Simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu”.
Sedangkan menurut Mandala Manarung dan Pratama Rahardja dalam bukunya yang berjudul “Uang Perbankan, dan Ekonomi Moneter”, tabungan merupakan simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat  tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan alat laiinya yang dipersamakan dengan itu.
Pedapat lain mengungkapkan bahwa, tabungan juga didefinisikan sebagai menyimpan uang di Bank. Bank akan menyimpan uang dalam periode tertentu sesuai keinginan. Kreditur bebas mengambilnya kapan saja baik itu secara langsung di teller atau melalui transaksi elektronis. Nilai dalam tabungan bisa cepat habis karena sering diambil untuk keperluan.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa tabungan adalah sebagian dari pendapatan yang tidak digunakan untuk belanja atau tidak digunakan untuk kegiatan konsumsi. Tabungan merupakan investasi paling mudah, paling tidak beresiko, namun memiliki keuntungan yang sangat sedikit. Ada resiko, ada profit. Jika resiko kecil, profit juga kecil. Mungkin malah berkurang karena mendapatkan segudang fasilitas dari Bank yang memudahkan dalam mengatur uang.

2.2.3 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Definisi pertumbuhan ekonomi  dijelaskan menurut beberapa pendapat ahli sebagai berikut :
Menurut Sardono Sukirno (2006:9) Pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan  suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perkembangan ini biasanya dinyatakan dalam bentuk presentase perubahan pendapatan nasional pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sedangkan menurut Lincolin Arsyad (2010:10) pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai bertambahnya barang-barang dan jasa (net) dengan jumlah penduduk yang sama Net Nasional Income (NNI).
Sementara itu pertumbuhan ekonomi menurut Prof. Simon Kuznets (dalam Jhingan, 2000: 57), adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya.
Definisi ini mempunyai 3 (tiga) komponen: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Dengan bahasa lain, Boediono (1999:8) menyebutkan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pengertian tersebut mencakup tiga aspek, yaitu proses, output perkapita, dan jangka panjang. Jadi, dengan bukan bermaksud ‘menggurui’, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi atau hasil pada saat itu.
Boediono (1999:1-2) menyebutkan secara lebih lanjut bahwa Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan ”output perkapita”. Dalam pengertian ini teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek tersebut dijelaskan, maka perkembangan output perkapita bisa dijelaskan. Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat.

2.2 Hubungan Investasi dengan Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi disebuah negara adalah masalah perekonomian jangka panjang. Selain itu pertumbuhan ekonomi disuatu negara, juga bisa dijadikan alat ukur untuk melihat atau mengukur atau menganalisa tingkat perkembangan perekonomian dinegara tersebut.
Pertumbuhan ekonomi disuatu negara bisa disebabkan oleh banyak faktor. Bagi negara – negara maju, mereka bisa mengandalkan hasil produksi barang dan jasa mereka, tapi tidak menutup kemungkinan pula adanya pinjaman yang mereka lakukan serta adanya investasi. Tapi bagi negara – negara yang sedang berkembang tentu saja akan sulit atau bisa dikatakan tidak mudah jika harus mengandalkan faktor produksi barang dan jasa, maka dari itu faktor – faktor lain sangat menentukan, seperti halnya pinjaman dan investasi.
Menurut Sadono Sukirno (2006) dalam analisis makro, tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara /daerah. Dan menurut metode pengeluaran dalam penghitungan pendapatan nasional, salah satu jenis agregatnya adalah pengeluaran investasi.
Keterkaitan antara tabungan, modal, dan pertumbuhan ekonomi telah ditunjukkan dengan baik sekali oleh pengalaman-pengalaman negara-negara industri. Misalnya, sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa sekitar setengah dari pertumbuhan pendapat agregat pada 9 negara maju sejak tahun 1975 lebih disebabkan oleh adanya ekspansi input modal fisikal riil di negara tersebut. Banyak studi yang mengungkapkan bahwa rendahnya tingkat investasi di AS pada tahun 1970-an (sebesar 18 persen dari GNP, terendah di antara negara-negara industri pada masa itu) sebagai penyebab utama dari rendahnya tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita negara tersebut sejak tahun 1970-an, dibandingkan dengan Jepang dan negara-negara di kawasan Eropa Barat.
Di sisi lain pada tingkat pendapatan yang lebih tinggi, pertumbuhan produktifitas nampaknya jauh lebih penting daripada proses pembentukan modal. Hasil studi di beberapa negara berpenghasilan menengah seperti Korea Selatan, Fillipina, dan Meksiko menunjukkan bahwa pada tahun 1990-an pertumbuhan persediaan modal fisikal mampu memberikan kontribusi antara 0,25-0,30 dari pertumbuhan ekonomi, atau paling banyak sebesar 0,50 di NSB pada umumnya. Syangnya, tidak satupun dari studi-studi tersebut yang memasukkan kontribusi modal insani terhadap pertumbuhan ekonomi yang hasilnya mungkin akan mengecilkan peranan pembentukan modal fisikal dan tabungan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dalam setiap kasus, akumulasi modal tidak lagi dipandang sebagai obat mujarab bagi NSB, meskipun sudah jelas bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang mantap dan berkesinambungan dalam jangka panjang hanya dapat tercapai jika masyarakat mampu mempertahankan proporsi investasi yang cukup besar dari GDP-nya. Proporsi investasi dalam GDP di beberapa NSB sangat jarang kurang dari 15 persen, bahkan pada banyak kasus proporsi tersebut dapat mencapai angka 25 persen, semua itu tergantung pada lingkungan di mana akumulasi modal tersebut terjadi dan berapa tingkat pertumbuhan ekonomi yang diinginkan untuk dapat mencapai tujuan pokok masyarakat yaitu tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

a.       Efisiensi Penggunaan Modal
Salah satu isu penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya di NSB adalah masalah efisiensi alokasi sumberdaya-sumberdaya ekonomi yang dimilikinya. Pembangunan ekonom tanpa memperhatikan efisiensi alokasi sumberdaya ekonomi hanya akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tidak optimal karena terjadi pemborosan dalam alokasi sumberdaya-sumberdaya ekonomi yang ada.
Salah satu indkator makro dai tingkat efsisensi suatu perekonomian adalah angka rasio dari investasi terhadap GDP atau sering disebut sebagai Incremental Capital-OutputRatio atau ICOR. Semakin rendah rasio tersebut, semakin tinggi tingkat efisiensi investasi. Jika kita menginginkan pertumbuhan pendapatan agregat riil sebesar 6 persen per tahunnya, kebutuhan akan investasi tahunan tidak hanya ditentukan oleh volume tabungan yang tersedia, namun juga oleh lingkungan tempat pembentukan modal tersebut terjadi.
Di sebagian besar NSB, di mana harga-harga dasar makro (nilai tukar, tingkat harga, dan tingkat upah) mendekati nilai-nilai kelangkaan dari faktor-faktor produksi, maka modal yang langka tersebut digunakan pada tingkat penggunaan yang paling efektf dengan mempertimbangkan julah faktor produksi tenaga kerja yang cenderung melimpah di NSB. Dalam keadaan seperti itu, suatu tambahan persediaan modal akan menghasilkan tambahan output yang lebih tinggi daripada di negara-negara yang kegiatan produksinya lebih padat modal.

Tabel 6.1
Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) Rata-rata,
1980-1983 di 41 NSB
ICOR
Jumlah Negara
Nama Negara
0,1-0,99
1,0-1,49
1,5-1,99
2,0-2,49
2,5-2,99
3,0-3,49
3,5-3,99
4,0-4,49
4,5-4,99
Dia atas 5,0
6
12
7
9
2
2
3
3
1
1
Bolivia, Uruguay, Zaire
Chili, India, Pakistan, Colombia
Kenya, Indonesia, Zambia, Jamaica
Malawi, Filipina, Korea Selatan
Myanmar, Tanzania
Honduras
Yordania, Togo
Panama, Singapura
Venezuela
Pantai Gading
Text Box: Sumber: IMF, International Financial Statistics Yearbook, 1985

Besarnya ICOR tersebut tergantung pada struktur harga umum dan orientasi pembuat keputusan di sektor pemerintah. Bagi negara-negara dengan ICOR 2,5, suatu kondisi yang diperlukan tetapi belum cukup untuk mencapai pertumbuhan output agregat 6 persen per tahunadalah penyisihan (menabung) sumberdaya modal sebesar 15 persen dari GNP. Tetapi, bagi negara-negara yang memiliki ICOR 3,75 diperlukan investasi sebesar 22,5 persen dar GNP untuk mencapai tingkat prtumbuhan output yang sama. Jadi, penggunaan modal yang efisien dapat mengurangi usaha tabungan yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan yang berkesinambungan.
Tabel 6.2
Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) Sektoral di Indonesia,
Rata-rata tahun 1993-2002
Sektor
Periode (1993-2002)
Pertanian
Pertambangan & Galian
Industri Pengolahan
Pengilangan Minyak
Listrik, gas, dan air minum
Konstruksi
Pemerintahan umum
Jasa-jasa
4,18
2,20
1,28
1,33
18,16
0,65
71,58
5,88
Rata-rata
4,47
Text Box: Sumber: BPS, berbagai edisi.

Sementara itu, untuk Indonesia, dari tabel 6.2 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata ICOR sektoral antara tahun 1993-2002 mencapai angka 4,47. Angka tersebut menunjukkan bahwa untuk memperoleh 1 unit kenaikan GDP maka diperlukan pembentukan modal bruto sebesar 4,47 unit.
Secara sektoral, dari data yang tersaji pada tabel 6.2 dapat kita ketahui bahwa rata-rata ICOR pada rentang waktu tersebut adalah 4,47. Tingginya angka ICOR mengindikasikan ketidakefisienan perekonomian kita. Sedangkan untuk sektor listrik, gas, dan air minum, tingginya angka ICOR (hingga mencapai 18,16) disebabkan oleh sektor ini membutuhkan investasi dalam jumlah yang sangat besar sehingga pengembalian modal atas investasinya pun (return on investment) memerlukan waktu yang cukup lama. Di sisi lain, angka ICOR sektor kontruksi yang relatif rendah, yaitu sebesar 0,65 lebih disebabkan karena manfaat ekonomis dari investasi di sektor ini dapat seketika dinikmati pada saat itu juga.
Sebagai titik awal penggunaan modal yang efisien membutuhkan keadaan di mana modal tersebut dapat dikombinasikan dengan faktor-faktor produksi lainnyadalam proporsi yang selaras dengan tersediannya sumberdaya ekonomi yang dimiliki. Sebenarnya, jika semua faktor produksi dan semua barang akhir mempunyai mobilitas yang sempurna di bumi ini, kita tidak akan perlu mengamati perbedaan-perbedaan intensitas penggunaan modal yang sangat menyolok antarnegara-negara dalam memproduksi barang dan jasa.

b.      Rasio-rasio Investasi di NSB
Dalam beberapa hal, penekanan perhatian terhadap jenis investasi padat modal (capital-intensive investment) yang sering dijumpai di NSB merupakan hasil yang “tidak disengaja” dari kebijakan pemerintah. Selain itu, hal tersebut dapat juga menunjukkan keyakinan bahwa hanya teknologi padat modal-lah yang efisien, dan dalam setiap pemilihan teknologi tidak memperhitungkan harga-harga relatif antara tenaga kerja dan modal. Namun, bias terhadap intensitas modal dalam investasi tidak dapat selalu, atau bahkan pada umumnya dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sinyal-sinyal harga yang terdistorsi. Selain itu, perlu juga disadari bahwa asumsi investasi dengan intensitas modal yang tinggi selalu buruk dan bahwa investasi yang menggunakan tenaga kerja selalu bijaksana.
Dalam situasi surplus tenaga kerja, pertumbuhan pendapatan per kapita riil sebesar 4 persen per tahun tidak bisa terjadi sepanjang waktu tanpa adanya rasio investasi sekurang-kurangnya 15 persen di dalam perekonomian yang menekankan pada investasi yang bersifat padat tenaga kerja, dan 25 persen pada perekonomian yang menekankan pada investasi yang bersifat padat modal. Untuk menjamin rasio sebesar 15 persen saja bukan merupakan hal yang mudah bagi sebagian besar NSB, khususnya pada beberapa negara (selain India dan Cina) yang dalam kategori Bank Dunia termasuk negara-negara berpendapatan rendah.





Tabel 6.3
Tingkat Investasi dan Tabungan Domestik Menurut Kelompok Pendapatan,
1990 dan 2004
Kategori
Negara
Tabungan
Domestik
(% dari GDP)
1980     1990     2004
Investasi
Domestik
(%dari GNP)
1980     1990     2004
Celah
Sumberdaya

1980     1990     2004
Pendapatan rendah
Pendapatan menengah
Pendapatan tinggi
20     21     23
27     23     26
24     26     26
16     18     22
28     26     28
23     22     19
-5     -3     -1
1     0     2
0     -1     -1
Sumber: World Bank, World Development Indicators, beberapa edisi
 

Tabel 6.3 menunjukkan bahwa secara rata-rata negara –negara berpendapatan menengah telah mencapai rasio investasi yang lebih tinggi daripada negara-negara industri maju (berpendapatan tinggi) sejak tahun 1990. Rasio-rasio investasi yang relatif lebih tinggi tersebut dicerminkan oleh adanya tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita yang relatif tinggi pula, tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita riil tahunan untuk negara-negara berpendapatan menengah telah mencapai angka 3,8 persen selama periode 1996 sampai 1997 dan 2,8 persen untuk negara berpendapatan rendah, dan sekitar 2,2 persen pada kelompok negara-negara industri maju.

2.3    Sumber Tabungan Dalam Negeri
Jumlah tabungan yang tersedia di suatu negara secara sederhana merupakan hasil akumulasi atas jumlah tabungan domestik dan tabungan luar negeri. Tabungan domestik dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu tabungan pemerintah dan tabungan swasta. Tabungan pemerintah itu sendiri terdiri dari tabungan anggaran yang diperoleh dari surplus penerimaan pemerintah atas konsumsinya, di mana konsumsi pemerintah dapat didefinisikan sebagai keseluruhan pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang plus semua aliran modal keluar (capital outflows) untuk pembelian peralatan-peralatan militer.
Dalam menganalisis komponen-komponen tabungan, perlu untuk dicatat bahwa bisa saja pemerintah suatu negara mempunyai tingkat tabungan yang positif meskipun anggaran pemerintah secara keseluruhannya sedang defisit, karena di dalam anggaran pengeluaran tersebut termasuk juga aliran modal keluar, atau investasi, yang menggambarkan penggunaan-penggunaan tabungan pemerintah. Di sisi lain, tabungan swasta domestik juga diperoleh dari dua sumber, yaitu tabungan perusahaan dan tabungan rumah tangga. Tabungan perusahaan dapat didefinisikan sebagai laba yang ditahan oleh perusahaan-perusahaan (pendapatan perusahaan setelah pajak dikurangi dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham). Tabungan rumah tangga adalah bagian dari pendapatan rumah tangga yang tidak dibelanjakan. Tabungan ini berasal dari dari perusahaan-perusahaan bukan korporasi (usaha-usaha pribadi, partnership, dan bentuk-bentuk usaha bisnis no korporasi lainnya).
Tabungan luar negeri juga berasal dari dua sumber utama, yaitu tabungan pemerintah asing atau bantuan luar negeri dan tabungan swasta asing, terutama oleh perusahaan-perusahaan transnasional dan pinjaman komersial eksternal. Sumber tabungan yang diandalkan berbeda-beda antar NSB, tidak saja tergantung pada faktor-faktor seperti tingkat pendapatan per kapita, kekayaan sumber daya alam, dan komposisi sektoral GDP,  namun juga tergantung pada sifat dari kebijakan-kebijakan mobilisasi tabungan yang dianut oleh pemerintah masing-masing NSB tersebut.

2.3.1  Tabungan Domestik
Kebijakan-kebijakan pemerintah juga mempunyai dampak yang cukup besar bagi kemampuan NSB dalam memobilisasi tabungan domestik mereka. Di beberapa negara, yang pemerintahannya secara aktif berusaha menetapkan kebijakan fiskal dan  moneter untuk mendorong pertumbuhan tabungan dengan menggunakan instrumen-instrumen kebijakan yang cocok untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, banyak juga pemerintah di beberapa NSB yang memperhatikan peningkatan tabungan domestik mereka, tetapi masih mengandalkan pada instrumen-instrumen kebijakan yang kurang tepat dalam memobilisasi tabungan. Di sisi lain,  pada sekelompok negara tertentu , kebijakan fiskal dan moneter dari pemerintah nampaknya dirancang memang tanpa memperhatikan implikasinya terhadap tabungan domestik. Seperti kita ketahui, pada umumnya  serangkaian kebijakan pemerintah akan mempunyai respons positif terhadap tabungan di kelompok negara A, namun respons tersebut mungkin saja akan berbeda jika kebijakan yang sama diterapkan di negara B, dan seterusnya.

2.3.2 Tabungan Pemerintah
Tabungan pemerintah merupakan kelebihan pendapatan pemerintah dari sektor pajak dan sumber- sumber lainnya, setelah pendapatan ini digunakan untuk pengeluaran rutin. Pendapatan ini diperoleh terutama dari sektor pajak. Pajak sebagai pendapatan pemerintah ini memiliki dua jenis pejak yang dipungut yakni pajak langsung (direct taxes) dan pajak tidak langsung (indirect taxes). Pajak langsung ini merupakan pajak yang dikenakan atas pendapatan yang diterima atau kekayaan yang dimilki. Sedangkan pajak tidak langsung merupakan pajak yang dikenakan kepada para pembeli yang menggunakan barang dan jasa yang ada dalam masyarakat.
Untuk memaksimalkan pendapatan dari sektor pajak demi pertumbuhan ekonomi suatu negara perlu dilakukan beberapa langkah strategi, langkah mempercepat tabungan pemerintah ini dilakaukan dengan 2 langkah: (i) mencari sumber penerimaan pajak yang baru, dan (ii) memperbaiki administrasi pemungutan pajak.

2.3.2.1  Sumber Penerimaan Pajak Baru
Sumber penerimman pajak baru ini salah satunya bisa diperoleh  dari peningkatan penerimaan pajak dari sektor pertanian. Untuk mencapai tujuan dari sektor pajak ini untuk mencapai tujuan ini bisa dilakukan dengan dua pilihan: yamg pertama dengan menggunakan pajak tanah yang dimiliki. Tanah-tanah ypertanian dapat dipajak tanpa memendang apakah tanah akan ditanami atau tidak.  Cara yang kedua, adalah penggenakan pajak atas hasil dari tanah tersebut.

2.3.2.2 Memperbaiki Administrasi Pemungutan Pajak
Cara yang bisa ditempuh untuk mempertinggi efisiensi administrasi pemungutan pajak, kegiatan pengumpulannya haruslah disesuaikan dengan keadaan setempat, serta perlu diadakan koordinasi antara perumusan struktur pajak dan administrasi pemungutan pajak. 

2.3.3 Tabungan Swasta
Tabungan Swasta adalah jumlah pendapatan yang tersisa setelah rumah tangga membayar pajak dan konsumsi mereka, dijelaskan dengan persamaan :
 Tabungan swasta = Y – C
Tabungan swasta terdiri atas tabungan, yaitu tabungan perusahaan (corporate saving) dan tabungan rumah tangga (household saving). Di Negara-negara berkembang, tabungan swasta domestik mempunyai peranan yang besar dalam mendukung pembentukan modal, dimana utamanya berasal dari tabungan rumah tangga, selain dari tabungan perusahaan. Sumber tabungan swasta domestik ini diperoleh dari dua tabungan yakni berasal dari (i) tabungan perusahaan dan (ii) tabungan rumah tangga.

2.3.3.1 Tabungan Perusahan
Tabungan perusahaan adalah laba yang ditahan oleh perusahaan-perusahaan (pendapatan perusahaan setelah pajak dikurangi deviden yang dibayarkan kepada pemegang saham).

2.3.3.2 Tabungan rumah tangga
Tabungan rumah tangga adalah bagian dari pendapatn rumah tangga yang tidak dibelanjakan. Tabungan ini meliputi tabungan yang berasal dari hasil perusahan-perusahaan bukan korporasi (usaha-usaha pribadi, partnership, dan bentuk-bentuk usaha bisnis non korporasi lainnya).

2.4 Faktor Penentu Tabungan Swasta
Perilaku Tabungan Rumah Tangga
Pada dasarnya, semua teori perilaku tabungan rumah tangga berusaha untuk menjelaskan 3 pola berikut ini:
  1. Dalam suatu negara pada suatu waktu tertentu, fraksi pendapatan yang ditabung oleh rumah tangga yang berpendapatan lebih tinggi cenderung lebih besar ketimbang rumah tangga yang berpendapatan lebih rendah.
  2. Dalam suatu negara rasio tabungan rumah tangga cenderung konstan sepanjang waktu.
  3. Rasio tabungan rumh tangga bervariasi antar negara tanpa menunjukan adanya hubungan yang jelas dengan pendapatan.
Berikut ini empat alternative perilaku tabungan rumah tangga yaitu : hipotesis pendapatan absolute (Keynes), hipotesis pendapatan relatif (Duesenberry), hipotesis pendapatan permanen (Friedman), dan hipotesis tabungan kelas (Kaldor).

2.4.1    Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Absolut ( John Maynard Keynes)
            Dalam teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi casual. Pertama Keynes menduga bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi.
Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang si miskin.
Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap pengeluaran individu dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting.
Keynes menyatakan tentang hubungan pengeluaran konsumsi dengan pendapatan nasional yang diukur berdasarkan harga konstan. Tingkat tabungan rumah tangga tergantung pada besarnya pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income). Menurut Keynes, ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung tingkat pendapatan. Artinya, tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi, walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut dengan konsumsi otonomus (autonomus consumption). Jika pendapatan disposable meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposable.
Hasrat menabung dari pendapatan yang siap dibelanjakan tersebut akan meningkat sesuai dengan tingkat pendapatan. Ini dikenal dengan pendapatan absolut Keynes. Menurut pandangan ini tabungan-pendapatan dapat diformulasikan sebagai berikut :
                                            S = a + n s Yd
Dimana :
            S          = tabungan
Yd        = pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income)
a          = konstanta
s           = hasrat menabung marginal ( 0<s<1)
berdasarkan rumus diatas, rasio tabungan (tabungan sebagai bagian dari GDP) diharapkan meningkat secara terus menerus disemua NSB. Tetapi, pengalaman empiris dinegara-negara maju dan NSB menunjukan bahwa hipotesis Keynes ini sangat lemah. Selain itu, kita umumnya mengamati dinegara-negara tertentu rasio tabungan rumah tangga cendeerung konstan selama periode yang panjang walaupun ada peningkatan pendapatan perkapita yang cukup berarti. Namun demikian, perumusan keynesian tersebut cukup baik untuk menggambarkan perilaku tabungan rumah tangga untuk jangka waktu yang sangat pendek, tetapi kurang baik untuk jangka panjang.
           
Lebih lanjut penjelasan Keynes mengenai fungsi konsumsinya (Reksoprayitno,
2000), adalah sebagai berikut:
1. Variabel nyata adalah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan.
2. Pendapatan yang terjadi disebutkan bahwa pendapatan nasional yang menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah pendapatan nasional yang terjadi (current national income).
3. Pendapatan absolut disebutkan bahwa fungsi konsumsi Keynes variable pendapatan nasionalnya perlu diinterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolut, yang dapat dilawankan dengan pendapatan relatif, pendapatan permanen dan sebagainya.
4. Bentuk fungsi konsumsi menggunakan fungsi konsumsi dengan bentuk garis lurus, sementara Keynes berpendapat bahwa fungsi konsumsi berbentuk lengkung.

Kurva fungsi konsumsi jangka pendek rumah tangga seperti analisa Keynes
dapat digambarkan dalam sebuah grafik (Gambar 2.1). Dari gambar tersebut dapat
dilihat bahwa sumbu vertikal menggambarkan garis konsumsi dan sumbu horizontal
menunjukkan pendapatan disposibel. Titik a merupakan titik potong yang
menunjukkan besarnya tingkat konsumsi walaupun pendapatan rumah tangga tidak
ada (autonomous consumption) dan b adalah kemiringan yang disebut kecenderungan
mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume). Kecenderungan
mengkonsumsi marginal adalah kenaikan dalam mengkonsumsi perunit karena
adanya kenaikan pendapatan. Garis dengan kemiringan 45 derajat dibentuk untuk
mengetahui saat pendapatan sama dengan konsumsi.

Gambar 2.1
Kurva Fungsi Konsumsi Jangka Pendek
 


                  







              Sumber : Arsyad (2010)
2.4.2    Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif ( James Duesenberry)
Teori Konsumsi yang lain adalah Hipotesis pendapatan relatif (relatif income
hypotesis) dari James Dussenberry. Teori konsumsi ini didasarkan kepada anggapan
utama atau asumsi sebagai berikut :
a.  Tingkat konsumsi adalah bersifat interdependensi terhadap tingkat pendapatan tinggi atau kebiasaan yang terjadi sebelumnya. Di samping itu unsur status social seseorang juga turut menentukan tingkat konsumsinya. Dengan demikian tingkat pendapatan yang akan mempengaruhi konsumsi adalah nilai pendapatan relative terhadap tingkat pendapatan tertinggi yang pernah dimiliki sebelumnya.
b.  Tingkat konsumsi bersifat irreversible yang bermakna bahwa apa yang terjadi pada waktu pendapatan naik tidak akan selalu merupakan kebalikan apabila terjadi pendapatan turun. Kenyataan menunjukkan bahwa apabila tingkat konsumsi sebelumnya pernah tinggi akibat kenaikan pendapatan maka pada waktu pendapatan turun, penurunan konsumsi tidak akan proporsional dengan turunnya pendapatan. Berdasarkan kedua pertimbangan tersebut maka fungsi konsumsi menurut James Dussenbery adalah:
Dimana :
C         =          Konsumsi agregatif
Y         =          Pendapatan
Y0       =          Pendapatan tertinggi sebelumnya
a          =          Tingkat konsumsi pada pendapatan nol
b          =          Kecendrungan mengkonsumsi marginal (MPC)

2.4.3    Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Friedman)
Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh M Friedman.
Menurut teori ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu
pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory
income). Pengertian dari pendapatan permanen adalah:
1. Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji dan upah.
2. Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang menciptakan kekayaan). Pengertian pendapatan sementara (transitory) adalah pendapatan yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya. (Mangkoesoebroto, 1998). Friedman menganggap tidak ada hubungan antara pendapatan sementara dengan pendapatan permanen, juga antara konsumsi sementara dengan konsumsi permanen, maupun konsumsi sementara dengan pendapatan sementara. Sehingga MPC dari pendapatan sementara sama dengan nol yang berarti bila konsumen menerima pendapatan sementara yang positif maka tidak akan mempengaruhi konsumsi. Demikian pula bila konsumen menerima pendapatan sementara yang negatif maka tidak akan mengurangi konsumsi.
Friedman (1957) berpendapat bahwa konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan
permanen (Froyen, 1995).
C  =   k Yp .........................(vi)
Y  =  Yp +Yt ..........................(vii)
Yp = YP
t-1 + j (Yt-YPt-1) , 0< j <1 .............(viii)
Substitusi persamaan (2.9) kepersamaan (2.7)
Ct   = k [ Ypt-1 + j(Yt-Ypt-1)]
= kYpt-1 +k j(Yt-Ypt-1)
= k(1-j) Ypt-1 +k jYt ......................(ix)
Dimana :
C         =  Konsumsi
Yp       =  Pendapatan tetap
Yt        =  Pendapatan sementara
Ypt-1   =  Pendapatan tetap sebelumnya
Dengan menggunakan data runtun waktu Friedman berkesimpulan bahwa
dalam jangka pendek fluktuasi dari konsumsi banyak disebabkan oleh pendapatan
sementara (Yt) sedangkan dalam jangka panjang variasi konsumsi bersumber dari
pendapatan tetap (Yp) (Herlambang, et.al, 2002).

2.2.3.   Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup
Teori dengan hipotesis siklus hidup dikemukakan oleh Franco Modigliani.
Franco Modigliani menerangkan bahwa pola pengeluaran konsumsi masyarakat
mendasarkan kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran
konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh masa dalam siklus hidupnya.
Karena orang cenderung menerima penghasilan/pendapatan yang rendah pada usia
muda, tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan akan
berfluktuasi sejalan dengan perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan mempunyai tabungan negatif (dissaving), orang berumur menengah menabung dan
membayar kembali pinjaman pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang dibuatnya di masa usia menengah. Selanjutnya Modigliani
menganggap penting peranan kekayaan (assets) sebagai penentu tingkah laku konsumsi. Konsumsi akan meningkat apabila terjadi kenaikan nilai kekayaan seperti
karena adanya inflasi maka nilai rumah dan tanah meningkat, karena adanya kenaikan
harga surat-surat berharga, atau karena peningkatan dalam jumlah uang beredar.
Sesungguhnya dalam kenyataan orang menumpuk kekayaan sepanjang hidup mereka,
dan tidak hanya orang yang sudah pensiun saja. Apabila terjadi kenaikan dalam nilai
kekayaan, maka konsumsi akan meningkat atau dapat dipertahankan lebih lama. Akhirnya hipotesis siklus kehidupan ini akan berarti menekan hasrat konsumsi,
menekan koefisien pengganda, dan melindungi perekonomian dari perubahan-perubahan yang tidak diharapkan, seperti perubahan dalam investasi, ekspor, maupun
pengeluaran-pengeluaran lain.
Sumber daya yang dimiliki oleh konsumen diwakili oleh jumlah kekayaan (wealth) ditambah dengan nilai sekarang dari seluruh peneriman upah yang akan
diterima selama hidupnya. Konsumen dalam menentukan konsumsinya
memperhitungkan seluruh sumber daya yang dimilikinya sehingga tingkat konsumsi
agregatif bukan hanya ditentukan oleh jumlah pendapatan yang diterima pada suatu
waktu, akan tetapi juga oleh nilai kekayaan yang dimilikinya. Fungsi konsumsi
menurut Modigliani (Sukirno, 2000) adalah:
Ct = 1/T [Yt + (N-1)Yle +At] .................(x)
Dimana :
Ct        =  Konsumsi pada periode t
T          =  Lamanya hidup seseorang
Yt        =  Pendapatan disposibel
N-1      =  Lama bekerja seseorang
Yle      =  Pendapatan dari kerja rata-rata yang diharapkan selama N-1
                tahun
At        =  Nilai kekayaan likuid yang dimiliki
Dari fungsi konsumsi yang diformulasikan oleh Modigliani dapat dilihat
bahwa konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan yang diharapkan di masa datang dalam
jangka panjang.

2.2.4    Teori Konsumsi dengan Hipotesis Tabungan – Kelas (Nicholas Kaldor)
            Sebuah model perilaku tabungan rumah tangga yang juga cukup menarik perhatian adalah teori “kelas” yang dikemukakan oleh seorang ekonom berkebangsaan Inggris, Nicholas Kalder. Pendekatan Kalder ini memandang bahwa perilaku konsumsi (tabungan) dipengaruhi oleh kelas ekonomi. Menurut Kalder, kaum tenaga kerja (yang menerima pendapatan dari hasil kerja mereka) cenderung untuk mempunyai hasrat menabung yang jauh lebih rendah daripada kaum kapitalis (yang menerima pendapatan dari hasil kekayaan yang mereka miliki). Hipotesis tabungan-kelas ini ditunjukkan oleh persamaan berikut :
S = swL + scP
            Dimana :
                        sw         =  hasrat menabung para tenaga kerja atas pendapatan (upah)
                        sc          =  hasrat menabung kapitalis
                        L          =  upah
                        P          =  pendapatan dari kekayaan (property)
                        dan 0 < sw < sc < 1









DAFTAR RUJUKAN
Arsyad, Licolin.2010 STIM YKPN. YOGYAKARTA
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta. Erlangga
Sukirno, Sadono.2006.Ekonomi Pembangunan.Jakarta: Prenada Media Group.
Thomas suyatno  1988 Kelembagaan Perbankan gramedia pustaka utama jakatra 2007 
Sunariyah 2003 AMP YKPN Yogyakarta Pengantar Pengetahuan Pasar Modal (Books.Google.co.id diakses 24 maret 2014)
Suad Husnan, 1996, Manajemen Personalia. Edisi 5, BPFE, Yogyakarta (Books.Google.co.id diakses 24 maret 2014)
Boediono 1998 Ekonomi dan moneter Jakarta PPST-UI (Books.Google.co.id diakses 24 maret 2014)
Jhingan, M.L. 2000 Ekonomi pembangunan dan perencanaan . Jakarta . Raja Grafindo Persada (Books.Google.co.id diakses 24 maret 2014)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar