TABUNGAN
DALAM NEGERI
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Ekonomi Pembangunan
Yang Dibina Oleh Bapak Drs. Agus Sumanto
Oleh :
Rima
Maulidya W. (120431426429)
Wahyu Anjasmoro (120431426
Nur Hidayah (130431615920)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
Maret 2014
Kata Pengantar
Puji
syukur disampaikan sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang memberikan kenikmatan
dan kesempatan untuk belajar dan berkarya melalui makalah yang penulis selesaikan.
Ucapan terima kaih yang tak terhingga ditujukan kepada dosen mata kuliah
Ekonomi Pembangunan Bapak Agus Sumanto dan teman-teman mahasiswa Pendidikan
Ekonomi atas bimbingan dan dukungan motivasi dan kerja samanya untuk
menyelesaikan makalah ini dengan segala keterbatasan penulis.
Pembuatan
makalah ini didasari sebagai kewajiban mahasiswa Program Studi Pendidikan
Ekonomi untuk mempelajari mata kuliah Ekonomi Pembangunan. Pada kesempatan ini
tugas yang diberikan adalah membuat sebuah makalah yang berjudul Tabungan Dalam
Negeri.
Disadari
bahwa banyak kekurangan dalam menerjemahkan buku tersebut sehingga berakibat
pada susunan kata yang tidak mengikuti aturan EYD Bahasa Indonesia. Akibatnya
isi dan makna dalam makalah ini kurang begitu dipahami oleh pembaca. Namun akan
terus berusaha memperbaiki dan
meningkatkan baik kemampuan maupun isi dari makalah ini.
Akhirnya,
dengan segala kerendahan hati diharapkan saran dan kritik membangun demi
pembelajaran bagi penulis dan hasil yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang
ekonomi.
Malang, Maret 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia adalah negara
yang luas dengan gugusan ribuan pulau, negara kaya sumber daya alam serta
sumber daya manusia. SDA dan SDM merupakan sumber pembangunan negara. Namun,
sumber daya tersebut tidak akan dapat dikelola dengan baik jika tidak diimbangi dengan modal yang cukup
sebagai penunjang. Oleh sebab itu Indonesia butuh tabungan dan investasi dari dalam maupun luar negeri.
Tabungan merupakan
simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat tertentu yang disepakati, tetapi
tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan alat laiinya yang dipersamakan
dengan itu (Manarung dan Pratama Rahardja).
Sedangkan Investasi,
atau yang lazim disebut dengan istilah penanaman modal
atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menuntukan agregat, atau
dengan kata lain diartikan sebagai pengeluaran penanam modal untuk membeli
barang atau jasa untuk menambah kemampuan memproduksi barang atau jasa yang
tersedia dalam sebuah perekonomian suatu negara (Sukirno, 2006:121).
Dalam perekonomian
suatu Negara,tabungan dan investasi merupakan indikator yang dapat menentukan
tingkat pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang
termasuk di dalamnya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, memiliki dana yang
cukup besar. Namun, usaha pengerahan sumber dana dalam negeri untuk membiayai
pembangunan menghadapi kendala dalam pembentukan modal baik yang bersumber dari
penerimaan pemerintah yaitu ekspor barang dan jasa ke luar negeri, ataupun
penerimaan pemerintah melalui pajak.
Kendala-kendala yang
muncul dinegara berkembang ini sering
kali dikarenakan tingkat kemakmuran yang relatif rendah di negara berkembang.
Sehingga kemakmuran masyarakat yang rendah tersebut mengakibatkan (i) tingkat
tabungan yang dapat diwujudkan masyarakat relatif terbatas, dan (ii) kemampuan
warga untuk membayar pajak terbatas. Dengan adanya masalah ini akan mampu
dikaji seberapa pentingnya investasi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu
negara dan memperkirakan cara untuk meningkatkan tabungan didalam negeri,
sehingga melalui tabungan dalam negeri akan menghasilkan kapital atau modal
utuk membangun pertumbuhan ekonomi suatu negeri.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya, berikut ini
dipaparkan secara rinci beberapa rumusan masalah yang menjadi fokus pembahasan.
1.2.1
Bagaimana konsep dasar investasi,
tabungan dan pertumbuhan ekonomi?
1.2.2
Bagaimana hubungan antara investasi
dengan pertumbuhan ekonomi?
1.2.3
Apa sajakah sumber-sumber tabungan dalam
negeri?
1.2.4
Apakah faktor-faktor penentu tabungan
swasta?
1.2.5
Apa saja teori-teori perilaku tentang
tabungan?
1.3 Tujuan
Dari kelima rumusan masalah di atas, berikut
ini dijabarkan beberapa tujuan penulisan.
1.3.1
Memaparkan konsep dasar investasi,
tabungan dan pertumbuhan ekonomi
1.3.2
Memaparkan hubungan antara investasi
dengan pertumbuhan ekonomi
1.3.3
Memaparkan sumber-sumber tabungan dalam
negeri
1.3.4
Memaparkan faktor-faktor penentu
tabungan swasta
1.3.5
Memaparkan teori-teori perilaku tentang
tabungan
BAB
II
PEMBAHASAAN
2.1
Konsep Dasar Investasi,
Tabungan dan Pertumbuhan Ekonomi
Dalam konsep dasar
investasi, tabungan dan pertumbuhan ekonomi beberapa hal yang dibahas antara lain:
(1) pengertian investasi (2) pengertian tabungan dan (3) pengertian pertumbuhan
ekonomi. Dalam kaitannya dalam membahas definisi investasi, tabungan dan
pertumbuhan ekonomi, akan di paparkan definisi menurut pendapat beberapa ahli.
2.1.1
Pengertian Investasi
Investasi
merupakan salah satu komponen ekonomi makro yang memiliki pengertian yang
sangat luas dan teori yang rumit, karena tidak saja dipengaruhi oleh
faktor-faktor ekonomi, tetapi juga faktor non ekonomi seperti faktor psikologis
para investor, iklim politik serta keadaan sosial masyarakat yang beraneka
ragam bentuknya. Oleh sebab itu, investasi dikatakan variabel yang mudah
goncang dan tidak stabil. Definisi investasi dijelaskan menurut pendapat para
ahli sebagai berikut :
Menurut Sardono Sukirno
(2006:121) Investasi atau yang lazim disebut dengan istilah penanaman modal
atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menuntukan agregat, atau
dengan kata lain diartikan sebagai pengeluaran penanam modal untuk membeli
barang atau jasa untuk menambah kemampuan memproduksi barang atau jasa yang
tersedia dalam sebuah perekonomian suatu negara.
Menurut Henry Faizal
Noor (2009:4) Investasi adalah kegiatan mengalokasikan atau menanamkan sumber
daya (resources) saat ini (sekarang),
dengan harapan mendapatkan manfaat dikemudian hari (masa datang).
Investasi juga
didefinisikan sebagai pengeluaran-pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal,
yang terdiri dari investasi finansial dan investasi non-finansial.
Menurut beberapa tokoh ekonomi seperti Sunariyah (2003:4): “Investasi
adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya
berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang
akan datang. Sedangkan ” Menurut Husnan (1996:5) menyatakan bahwa “proyek
investasi merupakan suatu rencana untuk menginvestasikan sumber-sumber daya,
baik proyek raksasa ataupun proyek kecil untuk memperoleh manfaat pada masa
yang akan datang.” Dan menurut Boediono (1998) Investasi adalah pengeluaran
oleh sektor produsen untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang
digunakan atau untuk perluasan pabrik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
investasi itu adalah sebuah keputusan untuk menunda konsumsi sumber daya atau
bagian penghasilan demi meningkatkan kemampuan menambah /menciptakan nilai
hidup (penghasilan dan atau kekayaan) dimasa mendatang.
Dengan demikian, maka
pengertian investasi adalah sebuah
keputusan untuk menunda konsumsi sumber daya atau bagian penghasilan demi
meningkatkan kemampuan menambah atau menciptakan nilai hidup (penghasilan dan
atau kekayaan) dimasa mendatang. Menanamkan uang sekarang berarti uang
tersebut yang seharusnya dapat dikonsumsi, namun karena kegiatan investasi,
uang tersebut dialihkan untuk ditanamkan bagi keuntungan masa depan.
Investasi memiliki dua
aspek, yaitu : konsumsi saat ini, dengan harapan dapat keuntungan dimasa
datang. Dengan demikian, maka investasi juga dapat dilihat dari tiga aspek
berikut ini :
Pertama : aspek uang sebagai pengukur kekayaan (yang
ditanamkan) dan (yang diharapkan), maka untuk menilai (kelayakan) investasi
digunakan juga konsep uang (Money and
Value Concept).
Kedua :
aspek waktu (sekarang dan masa yang akan datang), oleh karena itu untuk
menilai (kelayakan) investasi digunakan konsep waktu (Time Concept). Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk penilaian
(kelayakan atau keberhasilan) investasi digunakan konsep Time Value of Money. Konsep ini menilai penerimaan, maupun
pengeluaran jumlah uang yang sama dalam waktu yang berbeda, mempunyai nilai
yang berbeda pula. Dengan menggunakan konsep Time Value of Money dikenal dua nilai, yaitu yang akan datang (Future Value, FV), dan nilai sekarang (Present Value, PV). Oleh karena itu
penilaian investasi menyangkut penilaian terhadap (Future
Value, FV) dengan perspektif saat ini, atau (Present Value, PV) dengan perspektif sekarang.
Ketiga : aspek penting lainnya dari investasi
adalah aspek manfaat investasi. Dari aspek manfaat investasi ini, maka
penilaian kelayakan investasi juga harus melihat manfaat dan biaya yang
ditimbulkannya dengan menggunakan azas manfaat, atau cost benefit ratio. Dengan demikian, secara konsep investasi ini
sangat luas cakupannya. Setiap kegiatan pengalokasian sumberdaya saat ini,
dengan tujuan manfaat dimasa depan adalah investasi.
2.1.2
Pengertian Tabungan
Usaha perbankan dalam usaha meningkatkan pengerahan sumber dana dari
masyarakat salah satunya dengan menghimpun sumber dana tabungan. Tabungan
adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan
menurut syarat-syarat tertentu. Biasanya suatu bank menyelenggarakan suatu
produk tabungan lebih dari satu jenis.
Dengan diperkenalkannya tabungan pada masyarakat hal ini akan memupuk
kesadaran masyarakat seberapa jauh pentingnya tabungan, karena dengan menabung
berarti kita menyimpan uang di bank dengan rasa aman, yang dapat diambil setiap
saat apabila kita membutuhkannya juga dengan menabung berarti menyisihkan
sebagian dari pendapatan yang tidak dipakai untuk konsumsi.
Pengertian tabungan menurut Undang-undang no. 10 tahun 1998 tentang
perbankan atas undang-undang no. 7 tahun 1992 tentang perbankan pasal 1 ayat 9:
“Merupakan simpanan yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang
diupersamakan dengan itu”.
Menurut
Dumairy dalam bukunya yang berjudul “Perekonomian Indonesia” (1996:125)
tabungan adalah bagian dari “pendapatan dapat dibelanjakan” (disposable income) yang tidak
dikeluarkan untuk konsumsi.
Pengertian tabungan menurut Thomas Suyatno (2001:71) Tabungan adalah “Simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu”.
Sedangkan menurut
Mandala Manarung dan Pratama Rahardja dalam bukunya yang berjudul “Uang
Perbankan, dan Ekonomi Moneter”, tabungan merupakan simpanan pihak ketiga yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat
ditarik dengan cek, bilyet giro dan alat laiinya yang dipersamakan dengan itu.
Pedapat lain mengungkapkan bahwa, tabungan juga
didefinisikan sebagai menyimpan uang di Bank. Bank akan menyimpan uang dalam
periode tertentu sesuai keinginan. Kreditur bebas mengambilnya kapan saja baik
itu secara langsung di teller atau melalui transaksi elektronis. Nilai dalam
tabungan bisa cepat habis karena sering diambil untuk keperluan.
Dengan demikian, maka
dapat disimpulkan bahwa tabungan adalah sebagian dari pendapatan yang tidak
digunakan untuk belanja atau tidak digunakan untuk kegiatan konsumsi. Tabungan merupakan investasi paling mudah, paling tidak beresiko, namun
memiliki keuntungan yang sangat sedikit. Ada
resiko, ada profit. Jika resiko kecil, profit juga kecil.
Mungkin malah berkurang karena mendapatkan segudang fasilitas dari Bank yang
memudahkan dalam mengatur uang.
2.2.3 Pengertian
Pertumbuhan Ekonomi
Definisi pertumbuhan
ekonomi dijelaskan menurut beberapa
pendapat ahli sebagai berikut :
Menurut Sardono Sukirno
(2006:9) Pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu
perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Perkembangan ini biasanya dinyatakan dalam bentuk presentase
perubahan pendapatan nasional pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan
tahun sebelumnya.
Sedangkan menurut
Lincolin Arsyad (2010:10) pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai bertambahnya
barang-barang dan jasa (net) dengan jumlah penduduk yang sama Net Nasional
Income (NNI).
Sementara
itu pertumbuhan ekonomi menurut Prof. Simon Kuznets (dalam Jhingan, 2000: 57),
adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan
semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini
tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan
idiologis yang diperlukannya.
Definisi
ini mempunyai 3 (tiga) komponen: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa
terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua,
teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan
derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada
penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan
adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang
dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.
Dengan bahasa lain, Boediono (1999:8) menyebutkan pertumbuhan ekonomi adalah
proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pengertian tersebut mencakup tiga
aspek, yaitu proses, output perkapita, dan jangka panjang. Jadi, dengan bukan
bermaksud ‘menggurui’, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan
gambaran ekonomi atau hasil pada saat itu.
Boediono
(1999:1-2) menyebutkan secara lebih lanjut bahwa Pertumbuhan ekonomi juga
berkaitan dengan kenaikan ”output perkapita”. Dalam pengertian ini teori
tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai
pertumbuhan penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek tersebut dijelaskan, maka
perkembangan output perkapita bisa dijelaskan. Kemudian aspek yang ketiga
adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila
selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan kecenderungan
yang meningkat.
2.2
Hubungan Investasi dengan Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan
ekonomi disebuah negara adalah masalah perekonomian jangka panjang. Selain itu
pertumbuhan ekonomi disuatu negara, juga bisa dijadikan alat ukur untuk melihat
atau mengukur atau menganalisa tingkat perkembangan perekonomian dinegara
tersebut.
Pertumbuhan
ekonomi disuatu negara bisa disebabkan oleh banyak faktor. Bagi negara – negara
maju, mereka bisa mengandalkan hasil produksi barang dan jasa mereka, tapi
tidak menutup kemungkinan pula adanya pinjaman yang mereka lakukan serta adanya
investasi. Tapi bagi negara – negara yang sedang berkembang tentu saja akan
sulit atau bisa dikatakan tidak mudah jika harus mengandalkan faktor produksi
barang dan jasa, maka dari itu faktor – faktor lain sangat menentukan, seperti
halnya pinjaman dan investasi.
Menurut
Sadono Sukirno (2006) dalam analisis makro, tingkat pertumbuhan ekonomi yang
dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil
yang dicapai suatu negara /daerah. Dan menurut metode pengeluaran dalam
penghitungan pendapatan nasional, salah satu jenis agregatnya adalah
pengeluaran investasi.
Keterkaitan antara tabungan, modal, dan pertumbuhan
ekonomi telah ditunjukkan dengan baik sekali oleh pengalaman-pengalaman
negara-negara industri. Misalnya, sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa
sekitar setengah dari pertumbuhan pendapat agregat pada 9 negara maju sejak
tahun 1975 lebih disebabkan oleh adanya ekspansi input modal fisikal riil di negara tersebut. Banyak studi yang
mengungkapkan bahwa rendahnya tingkat investasi di AS pada tahun 1970-an
(sebesar 18 persen dari GNP, terendah di antara negara-negara industri pada
masa itu) sebagai penyebab utama dari rendahnya tingkat pertumbuhan pendapatan
per kapita negara tersebut sejak tahun 1970-an, dibandingkan dengan Jepang dan
negara-negara di kawasan Eropa Barat.
Di sisi lain pada tingkat pendapatan yang lebih tinggi,
pertumbuhan produktifitas nampaknya jauh lebih penting daripada proses
pembentukan modal. Hasil studi di beberapa negara berpenghasilan menengah
seperti Korea Selatan, Fillipina, dan Meksiko
menunjukkan bahwa pada tahun 1990-an pertumbuhan persediaan
modal fisikal mampu memberikan kontribusi antara 0,25-0,30 dari pertumbuhan
ekonomi, atau paling banyak sebesar 0,50 di NSB pada umumnya. Syangnya, tidak
satupun dari studi-studi tersebut yang memasukkan kontribusi modal insani
terhadap pertumbuhan ekonomi yang hasilnya mungkin akan mengecilkan peranan
pembentukan modal fisikal dan tabungan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dalam setiap kasus, akumulasi modal tidak lagi dipandang sebagai obat mujarab
bagi NSB, meskipun sudah jelas bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang mantap
dan berkesinambungan dalam jangka panjang hanya dapat tercapai jika masyarakat
mampu mempertahankan proporsi investasi yang cukup besar dari GDP-nya. Proporsi
investasi dalam GDP di beberapa NSB sangat jarang kurang dari 15 persen, bahkan
pada banyak kasus proporsi tersebut dapat mencapai angka 25 persen, semua itu
tergantung pada lingkungan di mana akumulasi modal tersebut terjadi dan berapa
tingkat pertumbuhan ekonomi yang diinginkan untuk dapat mencapai tujuan pokok
masyarakat yaitu tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
a.
Efisiensi
Penggunaan Modal
Salah satu isu
penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya di NSB adalah masalah
efisiensi alokasi sumberdaya-sumberdaya ekonomi yang dimilikinya. Pembangunan
ekonom tanpa memperhatikan efisiensi alokasi sumberdaya ekonomi hanya akan
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tidak optimal karena terjadi pemborosan
dalam alokasi sumberdaya-sumberdaya ekonomi yang ada.
Salah satu indkator
makro dai tingkat efsisensi suatu perekonomian adalah angka rasio dari
investasi terhadap GDP atau sering disebut sebagai Incremental Capital-OutputRatio atau ICOR. Semakin rendah rasio
tersebut, semakin tinggi tingkat efisiensi investasi. Jika kita menginginkan
pertumbuhan pendapatan agregat riil sebesar 6 persen per tahunnya, kebutuhan
akan investasi tahunan tidak hanya ditentukan oleh volume tabungan yang
tersedia, namun juga oleh lingkungan tempat pembentukan modal tersebut terjadi.
Di sebagian besar
NSB, di mana harga-harga dasar makro (nilai tukar, tingkat harga, dan tingkat
upah) mendekati nilai-nilai kelangkaan dari faktor-faktor produksi, maka modal
yang langka tersebut digunakan pada tingkat penggunaan yang paling efektf
dengan mempertimbangkan julah faktor produksi tenaga kerja yang cenderung
melimpah di NSB. Dalam keadaan seperti itu, suatu tambahan persediaan modal
akan menghasilkan tambahan output yang
lebih tinggi daripada di negara-negara yang kegiatan produksinya lebih padat
modal.
Tabel 6.1
Incremental
Capital-Output Ratio (ICOR)
Rata-rata,
1980-1983 di 41 NSB
ICOR
|
Jumlah Negara
|
Nama Negara
|
0,1-0,99
1,0-1,49
1,5-1,99
2,0-2,49
2,5-2,99
3,0-3,49
3,5-3,99
4,0-4,49
4,5-4,99
Dia atas 5,0
|
6
12
7
9
2
2
3
3
1
1
|
Bolivia, Uruguay, Zaire
Chili, India, Pakistan, Colombia
Kenya, Indonesia, Zambia, Jamaica
Malawi, Filipina, Korea Selatan
Myanmar, Tanzania
Honduras
Yordania, Togo
Panama, Singapura
Venezuela
Pantai Gading
|
Besarnya ICOR
tersebut tergantung pada struktur harga umum dan orientasi pembuat keputusan di
sektor pemerintah. Bagi negara-negara dengan ICOR 2,5, suatu kondisi yang
diperlukan tetapi belum cukup untuk mencapai pertumbuhan output agregat 6 persen per tahunadalah penyisihan (menabung)
sumberdaya modal sebesar 15 persen dari GNP. Tetapi, bagi negara-negara yang
memiliki ICOR 3,75 diperlukan investasi sebesar 22,5 persen dar GNP untuk
mencapai tingkat prtumbuhan output yang
sama. Jadi, penggunaan modal yang efisien dapat mengurangi usaha tabungan yang
dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan yang berkesinambungan.
Tabel
6.2
Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) Sektoral di Indonesia,
Rata-rata
tahun 1993-2002
Sektor
|
Periode (1993-2002)
|
Pertanian
Pertambangan & Galian
Industri Pengolahan
Pengilangan Minyak
Listrik, gas, dan air minum
Konstruksi
Pemerintahan umum
Jasa-jasa
|
4,18
2,20
1,28
1,33
18,16
0,65
71,58
5,88
|
Rata-rata
|
4,47
|
Sementara itu,
untuk Indonesia, dari tabel 6.2 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata ICOR
sektoral antara tahun 1993-2002 mencapai angka 4,47. Angka tersebut menunjukkan
bahwa untuk memperoleh 1 unit kenaikan GDP maka diperlukan pembentukan modal
bruto sebesar 4,47 unit.
Secara
sektoral, dari data yang tersaji pada tabel 6.2 dapat kita ketahui bahwa
rata-rata ICOR pada rentang waktu tersebut adalah 4,47. Tingginya angka ICOR
mengindikasikan ketidakefisienan perekonomian kita. Sedangkan untuk sektor
listrik, gas, dan air minum, tingginya angka ICOR (hingga mencapai 18,16)
disebabkan oleh sektor ini membutuhkan investasi dalam jumlah yang sangat besar
sehingga pengembalian modal atas investasinya pun (return on investment) memerlukan waktu yang cukup lama. Di sisi
lain, angka ICOR sektor kontruksi yang relatif rendah, yaitu sebesar 0,65 lebih
disebabkan karena manfaat ekonomis dari investasi di sektor ini dapat seketika
dinikmati pada saat itu juga.
Sebagai
titik awal penggunaan modal yang efisien membutuhkan keadaan di mana modal
tersebut dapat dikombinasikan dengan faktor-faktor produksi lainnyadalam
proporsi yang selaras dengan tersediannya sumberdaya ekonomi yang dimiliki.
Sebenarnya, jika semua faktor produksi dan semua barang akhir mempunyai
mobilitas yang sempurna di bumi ini, kita tidak akan perlu mengamati
perbedaan-perbedaan intensitas penggunaan modal yang sangat menyolok
antarnegara-negara dalam memproduksi barang dan jasa.
b.
Rasio-rasio
Investasi di NSB
Dalam beberapa hal, penekanan perhatian terhadap jenis
investasi padat modal (capital-intensive
investment) yang sering dijumpai di NSB merupakan hasil yang “tidak
disengaja” dari kebijakan pemerintah. Selain itu, hal tersebut dapat juga
menunjukkan keyakinan bahwa hanya teknologi padat modal-lah yang efisien, dan
dalam setiap pemilihan teknologi tidak memperhitungkan harga-harga relatif
antara tenaga kerja dan modal. Namun, bias terhadap intensitas modal dalam
investasi tidak dapat selalu, atau bahkan pada umumnya dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh sinyal-sinyal harga yang terdistorsi. Selain itu, perlu juga
disadari bahwa asumsi investasi dengan intensitas modal yang tinggi selalu
buruk dan bahwa investasi yang menggunakan tenaga kerja selalu bijaksana.
Dalam situasi surplus tenaga kerja, pertumbuhan
pendapatan per kapita riil sebesar 4 persen per tahun tidak bisa terjadi
sepanjang waktu tanpa adanya rasio investasi sekurang-kurangnya 15 persen di
dalam perekonomian yang menekankan pada investasi yang bersifat padat tenaga
kerja, dan 25 persen pada perekonomian yang menekankan pada investasi yang
bersifat padat modal. Untuk menjamin rasio sebesar 15 persen saja bukan
merupakan hal yang mudah bagi sebagian besar NSB, khususnya pada beberapa
negara (selain India dan Cina) yang dalam kategori Bank Dunia termasuk
negara-negara berpendapatan rendah.
Tabel
6.3
Tingkat Investasi dan Tabungan
Domestik Menurut Kelompok Pendapatan,
1990 dan 2004
Kategori
Negara
|
Tabungan
Domestik
(% dari GDP)
1980 1990 2004
|
Investasi
Domestik
(%dari GNP)
1980 1990 2004
|
Celah
Sumberdaya
1980 1990 2004
|
Pendapatan rendah
Pendapatan menengah
Pendapatan tinggi
|
20 21
23
27 23 26
24 26 26
|
16 18 22
28 26 28
23 22 19
|
-5 -3 -1
1 0 2
0 -1 -1
|
|
Tabel 6.3 menunjukkan bahwa secara rata-rata negara
–negara berpendapatan menengah telah mencapai rasio investasi yang lebih tinggi
daripada negara-negara industri maju (berpendapatan tinggi) sejak tahun 1990.
Rasio-rasio investasi yang relatif lebih tinggi tersebut dicerminkan oleh adanya
tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita yang relatif tinggi pula, tingkat
pertumbuhan pendapatan per kapita riil tahunan untuk negara-negara
berpendapatan menengah telah mencapai angka 3,8 persen selama periode 1996
sampai 1997 dan 2,8 persen untuk negara berpendapatan rendah, dan sekitar 2,2
persen pada kelompok negara-negara industri maju.
2.3 Sumber
Tabungan Dalam Negeri
Jumlah tabungan yang tersedia di suatu negara secara
sederhana merupakan hasil akumulasi atas jumlah tabungan domestik dan tabungan
luar negeri. Tabungan domestik dapat dibagi menjadi dua komponen, yaitu
tabungan pemerintah dan tabungan swasta. Tabungan pemerintah itu sendiri
terdiri dari tabungan anggaran yang diperoleh dari surplus penerimaan
pemerintah atas konsumsinya, di mana konsumsi pemerintah dapat didefinisikan
sebagai keseluruhan pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang plus semua aliran
modal keluar (capital outflows) untuk
pembelian peralatan-peralatan militer.
Dalam menganalisis komponen-komponen tabungan, perlu
untuk dicatat bahwa bisa saja pemerintah suatu negara mempunyai tingkat
tabungan yang positif meskipun anggaran pemerintah secara keseluruhannya sedang
defisit, karena di dalam anggaran pengeluaran tersebut termasuk juga aliran
modal keluar, atau investasi, yang menggambarkan penggunaan-penggunaan tabungan
pemerintah. Di sisi lain, tabungan swasta domestik juga diperoleh dari dua
sumber, yaitu tabungan perusahaan dan tabungan rumah tangga. Tabungan
perusahaan dapat didefinisikan sebagai laba yang ditahan oleh
perusahaan-perusahaan (pendapatan perusahaan setelah pajak dikurangi dividen
yang dibayarkan kepada para pemegang saham). Tabungan rumah tangga adalah
bagian dari pendapatan rumah tangga yang tidak dibelanjakan. Tabungan ini
berasal dari dari perusahaan-perusahaan bukan korporasi (usaha-usaha pribadi, partnership, dan bentuk-bentuk usaha
bisnis no korporasi lainnya).
Tabungan
luar negeri juga berasal dari dua sumber utama, yaitu tabungan pemerintah asing
atau bantuan luar negeri dan tabungan swasta asing, terutama oleh
perusahaan-perusahaan transnasional dan pinjaman komersial eksternal. Sumber
tabungan yang diandalkan berbeda-beda antar NSB, tidak saja tergantung pada
faktor-faktor seperti tingkat pendapatan per kapita, kekayaan sumber daya alam,
dan komposisi sektoral GDP, namun juga
tergantung pada sifat dari kebijakan-kebijakan mobilisasi tabungan yang dianut
oleh pemerintah masing-masing NSB tersebut.
2.3.1 Tabungan Domestik
Kebijakan-kebijakan pemerintah juga mempunyai dampak yang
cukup besar bagi kemampuan NSB dalam memobilisasi tabungan domestik mereka. Di
beberapa negara, yang pemerintahannya secara aktif berusaha menetapkan kebijakan
fiskal dan moneter untuk mendorong
pertumbuhan tabungan dengan menggunakan instrumen-instrumen kebijakan yang
cocok untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, banyak juga pemerintah di
beberapa NSB yang memperhatikan peningkatan tabungan domestik mereka, tetapi
masih mengandalkan pada instrumen-instrumen kebijakan yang kurang tepat dalam
memobilisasi tabungan. Di sisi lain,
pada sekelompok negara tertentu , kebijakan fiskal dan moneter dari
pemerintah nampaknya dirancang memang tanpa memperhatikan implikasinya terhadap
tabungan domestik. Seperti kita ketahui, pada umumnya serangkaian kebijakan pemerintah akan
mempunyai respons positif terhadap tabungan di kelompok negara A, namun respons
tersebut mungkin saja akan berbeda jika kebijakan yang sama diterapkan di
negara B, dan seterusnya.
2.3.2
Tabungan Pemerintah
Tabungan pemerintah merupakan kelebihan pendapatan pemerintah dari sektor
pajak dan sumber- sumber lainnya, setelah pendapatan ini digunakan untuk
pengeluaran rutin. Pendapatan ini diperoleh terutama dari sektor pajak. Pajak
sebagai pendapatan pemerintah ini memiliki dua jenis pejak yang dipungut yakni
pajak langsung (direct taxes) dan pajak tidak langsung (indirect
taxes). Pajak langsung ini merupakan pajak yang dikenakan atas pendapatan
yang diterima atau kekayaan yang dimilki. Sedangkan pajak tidak langsung
merupakan pajak yang dikenakan kepada para pembeli yang menggunakan barang dan
jasa yang ada dalam masyarakat.
Untuk memaksimalkan pendapatan dari sektor pajak demi pertumbuhan ekonomi
suatu negara perlu dilakukan beberapa langkah strategi, langkah mempercepat
tabungan pemerintah ini dilakaukan dengan 2 langkah: (i) mencari sumber
penerimaan pajak yang baru, dan (ii) memperbaiki administrasi pemungutan pajak.
2.3.2.1 Sumber Penerimaan Pajak Baru
Sumber penerimman pajak baru ini salah satunya bisa diperoleh dari peningkatan penerimaan pajak dari sektor
pertanian. Untuk mencapai tujuan dari sektor pajak ini untuk mencapai tujuan
ini bisa dilakukan dengan dua pilihan: yamg pertama dengan menggunakan pajak
tanah yang dimiliki. Tanah-tanah ypertanian dapat dipajak tanpa memendang
apakah tanah akan ditanami atau tidak.
Cara yang kedua, adalah penggenakan pajak atas hasil dari tanah
tersebut.
2.3.2.2
Memperbaiki Administrasi Pemungutan Pajak
Cara yang bisa ditempuh untuk mempertinggi efisiensi administrasi
pemungutan pajak, kegiatan pengumpulannya haruslah disesuaikan dengan keadaan
setempat, serta perlu diadakan koordinasi antara perumusan struktur pajak dan
administrasi pemungutan pajak.
2.3.3
Tabungan Swasta
Tabungan Swasta adalah jumlah pendapatan yang tersisa setelah
rumah tangga membayar pajak dan konsumsi mereka, dijelaskan dengan persamaan :
Tabungan swasta = Y – C
Tabungan swasta terdiri atas tabungan, yaitu
tabungan perusahaan (corporate saving)
dan tabungan rumah tangga (household
saving). Di Negara-negara berkembang, tabungan swasta domestik mempunyai
peranan yang besar dalam mendukung pembentukan modal, dimana utamanya berasal
dari tabungan rumah tangga, selain dari tabungan perusahaan. Sumber tabungan
swasta domestik ini diperoleh dari dua tabungan yakni berasal dari (i) tabungan
perusahaan dan (ii) tabungan rumah tangga.
2.3.3.1
Tabungan Perusahan
Tabungan perusahaan
adalah laba yang ditahan oleh perusahaan-perusahaan (pendapatan perusahaan
setelah pajak dikurangi deviden yang dibayarkan kepada pemegang saham).
2.3.3.2
Tabungan rumah tangga
Tabungan rumah tangga
adalah bagian dari pendapatn rumah tangga yang tidak dibelanjakan. Tabungan ini
meliputi tabungan yang berasal dari hasil perusahan-perusahaan bukan korporasi
(usaha-usaha pribadi, partnership, dan bentuk-bentuk usaha bisnis non korporasi
lainnya).
2.4
Faktor Penentu Tabungan Swasta
Perilaku Tabungan Rumah Tangga
Pada
dasarnya, semua teori perilaku tabungan rumah tangga berusaha untuk menjelaskan
3 pola berikut ini:
- Dalam
suatu negara pada suatu waktu tertentu, fraksi pendapatan yang ditabung
oleh rumah tangga yang berpendapatan lebih tinggi cenderung lebih besar
ketimbang rumah tangga yang berpendapatan lebih rendah.
- Dalam
suatu negara rasio tabungan rumah tangga cenderung konstan sepanjang
waktu.
- Rasio
tabungan rumh tangga bervariasi antar negara tanpa menunjukan adanya
hubungan yang jelas dengan pendapatan.
Berikut ini empat alternative perilaku
tabungan rumah tangga yaitu : hipotesis pendapatan absolute (Keynes), hipotesis
pendapatan relatif (Duesenberry), hipotesis pendapatan permanen (Friedman), dan
hipotesis tabungan kelas (Kaldor).
2.4.1 Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Absolut ( John Maynard Keynes)
Dalam
teorinya Keynes mengandalkan analisis statistik, dan juga membuat dugaan-dugaan
tentang konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi casual. Pertama Keynes
menduga bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity
to consume) jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara
nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi
rekomendasi kebijakan untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan
kebijakan fiskal, untuk mempengaruhi perekonomian seperti ditunjukkan oleh
pengganda kebijakan fiskal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi.
Kedua,
Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang disebut
kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume),
turun ketika pendapatan naik. Ia percaya bahwa tabungan adalah kemewahan,
sehingga ia berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari
pendapatan mereka ketimbang si miskin.
Ketiga,
Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting
dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa
pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori. Kesimpulannya
bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap pengeluaran individu
dari pendapatannya bersifat sekunder dan relatif tidak penting.
Keynes
menyatakan tentang hubungan pengeluaran konsumsi dengan pendapatan
nasional yang diukur berdasarkan harga konstan. Tingkat tabungan rumah tangga
tergantung pada besarnya pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income). Menurut Keynes, ada
batas konsumsi minimal yang tidak tergantung tingkat pendapatan. Artinya,
tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi, walaupun tingkat pendapatan sama
dengan nol. Itulah yang disebut dengan konsumsi otonomus (autonomus
consumption). Jika pendapatan disposable meningkat, maka konsumsi juga akan
meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan
pendapatan disposable.
Hasrat
menabung dari pendapatan yang siap dibelanjakan tersebut akan meningkat sesuai
dengan tingkat pendapatan. Ini dikenal dengan pendapatan absolut Keynes.
Menurut pandangan ini tabungan-pendapatan dapat diformulasikan sebagai berikut
:
S = a + n s Yd
Dimana
:
S =
tabungan
Yd =
pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable
income)
a =
konstanta
s = hasrat menabung marginal ( 0<s<1)
berdasarkan
rumus diatas, rasio tabungan (tabungan sebagai bagian dari GDP) diharapkan
meningkat secara terus menerus disemua NSB. Tetapi, pengalaman empiris
dinegara-negara maju dan NSB menunjukan bahwa hipotesis Keynes ini sangat
lemah. Selain itu, kita umumnya mengamati dinegara-negara tertentu rasio
tabungan rumah tangga cendeerung konstan selama periode yang panjang walaupun
ada peningkatan pendapatan perkapita yang cukup berarti. Namun demikian,
perumusan keynesian tersebut cukup baik untuk menggambarkan perilaku tabungan
rumah tangga untuk jangka waktu yang sangat pendek, tetapi kurang baik untuk
jangka panjang.
Lebih lanjut
penjelasan Keynes mengenai fungsi konsumsinya (Reksoprayitno,
2000), adalah
sebagai berikut:
1. Variabel nyata adalah bahwa fungsi konsumsi
Keynes menunjukkan hubungan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran
konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan.
2. Pendapatan yang terjadi disebutkan bahwa
pendapatan nasional yang menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah
pendapatan nasional yang terjadi (current national income).
3. Pendapatan absolut disebutkan bahwa fungsi
konsumsi Keynes variable pendapatan nasionalnya perlu diinterpretasikan sebagai
pendapatan nasional absolut, yang dapat dilawankan dengan pendapatan relatif,
pendapatan permanen dan sebagainya.
4. Bentuk fungsi konsumsi menggunakan fungsi
konsumsi dengan bentuk garis lurus, sementara Keynes berpendapat bahwa fungsi
konsumsi berbentuk lengkung.
Kurva
fungsi konsumsi jangka pendek rumah tangga seperti analisa Keynes
dapat
digambarkan dalam sebuah grafik (Gambar 2.1). Dari gambar tersebut dapat
dilihat bahwa
sumbu vertikal menggambarkan garis konsumsi dan sumbu horizontal
menunjukkan
pendapatan disposibel. Titik a merupakan titik potong yang
menunjukkan
besarnya tingkat konsumsi walaupun pendapatan rumah tangga tidak
ada (autonomous
consumption) dan b adalah kemiringan yang disebut kecenderungan
mengkonsumsi
marginal (marginal propensity to consume). Kecenderungan
mengkonsumsi
marginal adalah kenaikan dalam mengkonsumsi perunit karena
adanya kenaikan
pendapatan. Garis dengan kemiringan 45 derajat dibentuk untuk
mengetahui saat
pendapatan sama dengan konsumsi.
Gambar
2.1
Kurva
Fungsi Konsumsi Jangka Pendek
Sumber : Arsyad (2010)
2.4.2 Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan
Relatif ( James Duesenberry)
Teori
Konsumsi yang lain adalah Hipotesis pendapatan relatif (relatif income
hypotesis)
dari James Dussenberry. Teori konsumsi ini didasarkan kepada anggapan
utama atau
asumsi sebagai berikut :
a.
Tingkat konsumsi adalah bersifat
interdependensi terhadap tingkat pendapatan tinggi atau kebiasaan yang terjadi
sebelumnya. Di samping itu unsur status social seseorang juga turut menentukan
tingkat konsumsinya. Dengan demikian tingkat pendapatan yang akan mempengaruhi
konsumsi adalah nilai pendapatan relative terhadap tingkat pendapatan tertinggi
yang pernah dimiliki sebelumnya.
b.
Tingkat konsumsi bersifat irreversible
yang bermakna bahwa apa yang terjadi pada waktu pendapatan naik tidak akan
selalu merupakan kebalikan apabila terjadi pendapatan turun. Kenyataan
menunjukkan bahwa apabila tingkat konsumsi sebelumnya pernah tinggi akibat
kenaikan pendapatan maka pada waktu pendapatan turun, penurunan konsumsi tidak
akan proporsional dengan turunnya pendapatan. Berdasarkan kedua pertimbangan
tersebut maka fungsi konsumsi menurut James Dussenbery adalah:
Dimana
:
C = Konsumsi
agregatif
Y = Pendapatan
Y0 = Pendapatan
tertinggi sebelumnya
a = Tingkat
konsumsi pada pendapatan nol
b = Kecendrungan
mengkonsumsi marginal (MPC)
2.4.3 Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan
Permanen (Friedman)
Teori
dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh M Friedman.
Menurut teori
ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu
pendapatan
permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory
income).
Pengertian dari pendapatan permanen adalah:
1.
Pendapatan yang selalu diterima pada
setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan
dari gaji dan upah.
2.
Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang
(yang menciptakan kekayaan). Pengertian pendapatan sementara (transitory)
adalah pendapatan yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya. (Mangkoesoebroto,
1998). Friedman menganggap tidak ada hubungan antara pendapatan sementara
dengan pendapatan permanen, juga antara konsumsi sementara dengan konsumsi
permanen, maupun konsumsi sementara dengan pendapatan sementara. Sehingga MPC
dari pendapatan sementara sama dengan nol yang berarti bila konsumen menerima
pendapatan sementara yang positif maka tidak akan mempengaruhi konsumsi.
Demikian pula bila konsumen menerima pendapatan sementara yang negatif maka
tidak akan mengurangi konsumsi.
Friedman
(1957) berpendapat bahwa konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan
permanen
(Froyen, 1995).
C = k Yp .........................(vi)
Y
= Yp +Yt ..........................(vii)
Yp
= YP
t-1
+ j (Yt-YPt-1) , 0< j <1 .............(viii)
Substitusi
persamaan (2.9) kepersamaan (2.7)
Ct
= k [ Ypt-1 + j(Yt-Ypt-1)]
=
kYpt-1 +k j(Yt-Ypt-1)
=
k(1-j) Ypt-1 +k jYt ......................(ix)
Dimana
:
C = Konsumsi
Yp = Pendapatan
tetap
Yt = Pendapatan
sementara
Ypt-1 = Pendapatan
tetap sebelumnya
Dengan
menggunakan data runtun waktu Friedman berkesimpulan bahwa
dalam jangka
pendek fluktuasi dari konsumsi banyak disebabkan oleh pendapatan
sementara (Yt)
sedangkan dalam jangka panjang variasi konsumsi bersumber dari
pendapatan tetap
(Yp) (Herlambang, et.al, 2002).
2.2.3. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup
Teori
dengan hipotesis siklus hidup dikemukakan oleh Franco Modigliani.
Franco
Modigliani menerangkan bahwa pola pengeluaran konsumsi masyarakat
mendasarkan
kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran
konsumsi
seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh masa dalam siklus hidupnya.
Karena orang
cenderung menerima penghasilan/pendapatan yang rendah pada usia
muda, tinggi
pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan akan
berfluktuasi
sejalan dengan perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan mempunyai
tabungan negatif (dissaving), orang berumur menengah menabung dan
membayar kembali
pinjaman pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang
dibuatnya di masa usia menengah. Selanjutnya Modigliani
menganggap
penting peranan kekayaan (assets) sebagai penentu tingkah laku konsumsi.
Konsumsi akan meningkat apabila terjadi kenaikan nilai kekayaan seperti
karena adanya
inflasi maka nilai rumah dan tanah meningkat, karena adanya kenaikan
harga
surat-surat berharga, atau karena peningkatan dalam jumlah uang beredar.
Sesungguhnya
dalam kenyataan orang menumpuk kekayaan sepanjang hidup mereka,
dan tidak hanya
orang yang sudah pensiun saja. Apabila terjadi kenaikan dalam nilai
kekayaan, maka
konsumsi akan meningkat atau dapat dipertahankan lebih lama. Akhirnya hipotesis
siklus kehidupan ini akan berarti menekan hasrat konsumsi,
menekan
koefisien pengganda, dan melindungi perekonomian dari perubahan-perubahan yang
tidak diharapkan, seperti perubahan dalam investasi, ekspor, maupun
pengeluaran-pengeluaran
lain.
Sumber
daya yang dimiliki oleh konsumen diwakili oleh jumlah kekayaan (wealth)
ditambah dengan nilai sekarang dari seluruh peneriman upah yang akan
diterima selama
hidupnya. Konsumen dalam menentukan konsumsinya
memperhitungkan
seluruh sumber daya yang dimilikinya sehingga tingkat konsumsi
agregatif bukan
hanya ditentukan oleh jumlah pendapatan yang diterima pada suatu
waktu, akan
tetapi juga oleh nilai kekayaan yang dimilikinya. Fungsi konsumsi
menurut
Modigliani (Sukirno, 2000) adalah:
Ct = 1/T [Yt + (N-1)Yle +At] .................(x)
Dimana
:
Ct = Konsumsi pada periode t
T = Lamanya hidup seseorang
Yt = Pendapatan
disposibel
N-1 = Lama
bekerja seseorang
Yle
= Pendapatan dari kerja rata-rata yang
diharapkan selama N-1
tahun
At = Nilai kekayaan likuid yang dimiliki
Dari fungsi
konsumsi yang diformulasikan oleh Modigliani dapat dilihat
bahwa konsumsi
dipengaruhi oleh pendapatan yang diharapkan di masa datang dalam
jangka panjang.
2.2.4 Teori Konsumsi dengan Hipotesis Tabungan –
Kelas (Nicholas Kaldor)
Sebuah model perilaku tabungan rumah
tangga yang juga cukup menarik perhatian adalah teori “kelas” yang dikemukakan
oleh seorang ekonom berkebangsaan Inggris, Nicholas Kalder. Pendekatan Kalder
ini memandang bahwa perilaku konsumsi (tabungan) dipengaruhi oleh kelas
ekonomi. Menurut Kalder, kaum tenaga kerja (yang menerima pendapatan dari hasil
kerja mereka) cenderung untuk mempunyai hasrat menabung yang jauh lebih rendah
daripada kaum kapitalis (yang menerima pendapatan dari hasil kekayaan yang
mereka miliki). Hipotesis tabungan-kelas ini ditunjukkan oleh persamaan berikut
:
S
= swL + scP
Dimana :
sw =
hasrat menabung para tenaga kerja atas pendapatan (upah)
sc =
hasrat menabung kapitalis
L = upah
P = pendapatan dari
kekayaan (property)
dan 0 < sw <
sc < 1
DAFTAR RUJUKAN
Arsyad, Licolin.2010 STIM YKPN. YOGYAKARTA
Dumairy. 1996. Perekonomian
Indonesia. Jakarta. Erlangga
Sukirno,
Sadono.2006.Ekonomi Pembangunan.Jakarta:
Prenada Media Group.
Thomas
suyatno 1988 Kelembagaan Perbankan
gramedia pustaka utama jakatra 2007
Sunariyah 2003
AMP YKPN Yogyakarta Pengantar Pengetahuan Pasar Modal (Books.Google.co.id
diakses 24 maret 2014)
Suad Husnan,
1996, Manajemen Personalia. Edisi 5, BPFE, Yogyakarta (Books.Google.co.id
diakses 24 maret 2014)
Boediono 1998
Ekonomi dan moneter Jakarta PPST-UI (Books.Google.co.id diakses 24 maret 2014)
Jhingan, M.L.
2000 Ekonomi pembangunan dan perencanaan . Jakarta . Raja Grafindo Persada
(Books.Google.co.id diakses 24 maret 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar